Galau.
Bukan karena urusan hati.
Tapi hati ini memang kesel setengah mati!
Seorang senior akhirnya mengundurkan diri dari sebuah perguruan tinggi swasta tempat dia mengabdi selama 6 bulan. Begitu banyak kebohongan, manipulasi, suap dan korupsi untuk selembar kertas berlabel ijazah. Lembar kertas yang dijual oleh lembaga yang konon punya misi untuk mencetak para abdi pendidikan.
Siang ini, sambil menyantap mi ayam, ku dengar hal serupa.
Galau.
Lagi-lagi bukan karena sekedar urusan hati.
Tapi hati ini ingin berteriak kencang sekali!
DUA, tak cukup satu temanku.
Mereka menghela nafas berat saat berkisah tentang rapat koordinasi mengatur kebohongan, mengarang jawaban atas pertanyaan tim penilai.
Miapah? begitu tanya anak jaman sekarang!
Demi sebuah nilai akreditasi.
Konon agar mahasiswa mereka bisa mendapat ijazah resmi, diakui.
Lebih-lebih lagi agar prodi mereka tidak digusur pergi.
Mereka berpikir ulang untuk bertahan.
Tapi jika tak tinggal, relakah kalau mahasiswa diajar dosen abal-abal.
Yang tak bisa membimbing mahasiswa merumuskan penelitian.
Yang tak mungkin dibebani untuk membekali manusia yang kelak terjun sebagai abdi pendidikan.
Tenggelam bersama sistem yang demikian atau menyingkir.
Keduanya bak simalakama, tetap perih rasanya.
Galau.
Ku ingat lagi percik semangat perubahan,
yang diletuskan oleh satu, dua, dan semoga nanti berjuta guru yang tetap bersemangat berjuang,
yang digulirkan oleh satu, dua, dan semoga nanti beribu dosen yang teguh memegang prinsip mereka,
bahwa pendidikan tak bisa ditangani sembarangan,
bahwa pendidikan adalah investasi masa depan,
bahwa anak cucu kita punya harapan,
untuk mengenyam sebuah pembelajaran dalam sistem pendidikan yang mapan,
dengan abdi yang berdedikasi, pemerintah yang peduli, dan tanpa manipulasi lagi!
27.11.2012
No comments:
Post a Comment