Mempelajari manusia dan budaya memang tidak akan pernah ada habisnya. Seseorang pernah berkata padaku, "Individualis (ataupun keegoisan) memiliki beda tipis dengan mandiri, seperti perbedaan makhluk sosial dan manja". Pernyataan itu mungkin agak berlebihan dan kontroversial, tapi sedikit banyak bisa berlaku dalam beberapa konteks.
Sosok masyarakat individualis sering dilekatkan pada masyarakat Eropa. Benarkah demikian? Sejauh pengalamanku merantau di negeri Tulip ini, nggak bisa dipungkiri bahwa prinsip "hidupku milikkku, hidupmu milikmu, dan tidak selayaknya saling mengganggu" sangat terasa. But in some extent, hal tersebut tidak sepenuhnya benar (silahkan tengok tulisan berikut). Jika sebutan sangat individualis terpatahkan dengan satu counter example, lantas bagaimana dengan kemandirian orang2 Eropa (khususnya Belanda, lebih spesifik lagi warga Utrecht)?.
Kantin kampus
| Suasana kantin kampus |
Aku jadi teringat hari pertama menginjakkan kaki di Utrecht. Acara jamuan makan siang di kantin kampus membuatku bersentuhan dengan pola hidup mandiri bule. Bener2 100 persen SELF SERVICE. Kita harus ambil baki, piring (kalau mau ambil makanan yang tidak dikemas dalam wadah, karena beberapa jenis makanan seperti salad sudah dikemas dalam mangkuk), gelas (jika kita ingin minum selain minuman kemasan), cangkir bertangkai untuk sup. Urusan menu tinggal pilih, ada roti (sebagian besar keras, hehehe), sup (belom pernah ngrasain dan belum kepingin,hehehe), kroket (dengan bermacam isi), buah, jus (disajikan lewat mesin, jadi tinggal pencet tombol), kentang goreng dan berbagai sandwich (saos dan mayones disajikan terpisah dalam sachet,hehe).
Sebelum makan,jgn lupa ambil sendok, garpu, pisau, sedotan, dan tissue (ya sesuai kebutuhan lah). Untuk sampai ke meja tempat makan, harus melewati para kasir terlebih dulu. Untunglah waktu itu aku dapat kupon makan, asyik banget. Setelah selesai menghabisi isi baki, jangan harap ada pegawai restoran yang akan mebereskan meja. NO. Searah jalan keluar dari kantin, ada tempat sampah tempat membuang sampah makanan (bungkus saos, tisu, sedotan, dkk).
| Tempat sampah |
Setelah itu kita dipersilahkan meletakkan pisau, garpu, dan sendok ke tempat khusus sementara piring dkk yang tersisa di atas baki akan dibawa ke mesin pencuci lewat alat penggerak.
| Baki di atas mesin penggerak menuju tempat pencucian |
Fenomena makan-bereskan-sendiri juga bisa ditemui di restoran cepat saji disini. Kalau di negara kita meski berlabel cepat saji dan self service, sistem di restoran "memaksa" kita terbiasa TIDAK MANDIRI membereskan meja setelah makan,hehehe.
Belanja
Belanja kebutuhan sehari-hari di supermarket juga menyisakan kesan tentang bagaimana suatu masyarakat "dipaksa" mandiri. Tidak ada cerita tentang kasir yang memasukkan belanjaan kita ke kantong plastik. YOU MUST DO IT YOURSELF. Meski kantong plastik diberikan secara gratis, tapi sebagian besar pembeli selalu membawa kantong belanjaan sendiri (supermarket menjual kantong belanjaan besar dengan TAG NAME mereka, biasanya seharga 25 sen, sehingga bisa dipakai berulang). Pengalaman berbelanja yang merupakan aktivitas yang sangat biasa ini tidak hanya membuatku melek soal "pemaksaan" kemandirian, tapi juga tentang "pemaksaan" sadar lingkungan dengan meminimalisir penggunaan plastik. Ini sangat berbeda dari yang biasa kita alami bukan? Biasanya kita beli mi instan 1 bungkus aja dikasih kantong plastik kecil dan dengan "manja" menanti petugas kasir membungkusnya untuk kita.
Kebetulan banget supermarket dekat kos cukup populer di Belanda, indikasinya adalah banyak orang menggunakan kantong belanja khas supermarket ini untuk membawa barang2 mereka ;). Keunikan belanja di supermarket ini adalah adanya keranjang belanjaan seret, jadi kalau kebetulan belanja agak banyak tidak perlu merasa capek mengangkat keranjang,hehehe.
![]() |
| Keranjang seret khas Albert Heijn |
DISABILITIES
Hal yang paling berbekas padaku soal kemandirian masyarakat Belanda adalah fenomena para lansia dan penyandang cacat. Dengan sangat mudah kita bisa menemui lansia atau penyandang cacat mengendarai alat yang menurutku gabungan dari skuter dan kursi roda. Hanya dengan kendaraan itu, mereka bisa kemana saja tanpa mengandalkan bantuan orang lain. Kemudahan akses fasilitas umum (masuk supermarket, akses transportasi umum) tentu saja berperan memberikan mereka keleluasaan untuk berativitas.
Well, kedekatan sisi individualis dan mandiri masyarakat di Eropa (dengan sampel Belanda) mungkin memang tidak terpisahkan. Meskipun image individualis begitu melekat di kepala, tapi senyum ramah dan kehangatan orang2 yang kutemui dan ku kenal di Utrecht telah membawa kacamata baru dalam memandang mereka. Sisi kemandirian mereka juga telah membuatku jatuh cinta. Tidak salah bukan jika muncul mimpi membawa sisi kemandirian itu saat pulang kampung nanti. Tidak berlebihan bukan jika ada harapan bahwa suatu saat kita pun bisa "dipaksa" menjadi masyarakat mandiri.
Kamar tepi kanal Oudegracht
31 July, 2011
-afatsa-

No comments:
Post a Comment