Aku tinggal di kota Utrecht, yang merupakan kota terbesar ke empat di negeri Belanda. Bangunan yang telah kujumpai sebagian besar merupakan bangungan bergaya klasik dengan jendela yang tinggi. Jika kalian penyuka Harry Potter, maka lorong-lorong kota Utrecht mirip seperti Diagon Alley. Bagi yang belum pernah nonton film HP atau baca novelnya, aku akan berikan ulasan singkat. Bangunan rumahnya tinggi, bahkan sampai lantai tiga. Atap rumah sebagian besar berbentuk lancip. Jalanan perumahan terbuat dari batako yang lebih sering berwarna merah. Saat penghujung musim dingin seperti saat ini, setiap ruas jalan selalu basah.
Salah satu ruas gang di Oudegracht
Aku dan kedelapan teman IMPOME tinggal di lingkaran pusat kota Utrecht. Kami tinggal di daerah Oudegracht. Nama tersebut berarti terusan lama. Kalau kalian cari di sang pencari bernama Google, maka kalian akan mendapatkan informasi bahwa daerah ini dikelilingi kanal yang indah, dan itu benar. Setiap kali aku melongokkan kepala dan melihat dari jendela kamarku, maka akan terlihat jembatan yang di bawahnya mengalir sungai. Sungai yang mengalir sepanjang kanal berwarna kehijauan, tapi tentu saja bebas dari sampah. Setiap sekitar 100 meter, bisa ditemukan jembatan yang menghubungkan sisi kanan dan kiri kanal.
Jembatan Kanal
Bangunan yang berdiri di sekitar kanal serta lalu lalang manusia yang jarang berambut hitam memberikan daya magis tersendiri. Ketika malam tiba dan suasana sekitar telah sepi, aku bisa mendengar jelas percakapan dua orang dengan bahasa yang sama seka
li tak kumengerti. Lalu aku menyadari bahwa meskipun sebagian besar orang Belanda bisa berbahasa Inggris, mereka tetap tidak melupakan bahasa ibunya.
Alamat tempat tempat tinggal kami adalah Lange Rozendaal No.13. Menurut pemilik rumah, bangunan di gang ini telah ada sejak abad ke 19. Meskipun telah beberapa mengalami renovasi, kami masih mendapati beberapa rumah mempertahankan cerobong asap mereka. Salah seorang temanku berkomentar ketika dia berada di gang ini, dia merasa seperti Mary Jane saat dikejar penjahat dan kemudian ditolong oleh Spiderman. Imajinasi yang menarik bukan?

Ujung gang Lange Rozendaal
Tempat kami tinggal bisa dibilang termasuk lingkaran pusat kota karena hanya dengan berjalan kaki, kami bisa mencapai Dome Tower Of Utrecht. Sepanjang perjalanan dari rumah menuju Dome Tower banyak sudut-sudut indah yang sayang untuk dilewatkan. Mulai dari jembatan dan pohon-pohon yang tak berdaun saat musim dingin, hingga deretan bermacam toko yang berlampu redup. Toko-toko tersebut tidak sedikit yang menulis kata Gratis (silahkan cek di google terjemahan untuk tahu pengucapan versi aslinya) dan Korting. Dari situlah aku tahu bahwa bahasa kita mengadopsi bahasa bangsa yang sempat “mampir” selama 350 tahun itu.
Beberapa pengalaman menarik menghiasi keberadaan kami yang masih dalam hitungan hari. Tak jarang orang yang lalu lalang saat di tempat kami berada menoleh sejenak untuk melihat kami. Disini kami tersadar bahwa kamilah yang asing bagi mereka. Kadang kami dan orang yang kami temui sama-sama ingin memberikan senyum namun ragu. Beberapa orang bertanya tentang tujuan kami disini serta berapa lama kami akan tinggal.
Kami sempat bertemu dengan pria paruh baya berkebangsaan Inggris saat kami pulang kuliah dan sedang menunggu bus. Dia langsung menghampiri kami dan bertanya tentang kami. Dia dengan yakin menebak bahwa kami berasal dari Indonesia. Mengapa dia bisa membedakan kami dari sekian banyak bangsa di Asia? Dia bercerita bahwa dia bekerja sebagai scientist peneliti gempa bumi. Hal itu tentu memungkinkan baginya untuk berinteraksi dengan mahasiswa yang berasal dari negeri kita. Buaknakn negara kita memang berada di lingkaran daerah rawan gempa. Selain itu, istrinya adalah wanita berkebangsaan Cina. Dua hal itulah yang membuat dia yakin kami orang Indonesia.
Akhirnya kami naik bus bersama pria tersebut, dan turun di Blackstraat bersamanya pula. Kami pun berpisah di sudut jalan dan dia tak lupa menyampaikan harapan agar kami mengalami masa yang indah disini. Dia bahkan berujar bahwa mungkin saja kami akan bertemu lagi di bus. Malam itu dia juga menunjukkan rute lain dari Blackstraat menuju Lange Rozendaal. Kami pun tak lupa memberikan salam perpisahan. Have a nice weekend!
Well done!!!
ReplyDeleteI like it!!!
dengan membaca tulisan mu ini aku jadi bisa membayangkan kondisi disana...
tp dlm hal pencintraan, selain visual, jg bs dgn yg lain, musal: bagaimana rasanya berada disana dgn menjelaskan keramaiannya, adakah sesuatu yg khusus yg pasti beda ma Indonesia?baunya, brgkali.hehe
dinginnya udah pasti...
wah ada blog juga rupanya..
ReplyDeleteSalam kenal.
wow.... baru tahu kalau dik Nisa punya blog. :)
ReplyDeleteNice! tulisan2nya OK! bisa slng belajar nich... :)