Saturday, 1 October 2011

[PICTURE] Elderly people


Foto- foto di bawah ini sekedar melengkapi tulisanku yang ini. Selain itu, tergerak oleh tulisan sahabatku disini tentang elderly people dan teringat beberapa foto yang sempat aku ambil minggu lalu saat jalan-jalan ke centrum Utrecht jadinya bikin postingan ini. :)
Kind of Scooter for elderly and disabilities people

another scooter

Sepeda ala becak, biasanya buat para orang tua yang mengantar anaknya ke sekolah ataupun jalan-jalan 
Oudegracht
30.09.2011
Afatsa

Monday, 19 September 2011

Lelaki bernama angin

Hanya melalui dunia tak nyata aku mengenalnya. Sebuah nama dengan kisah tak terhingga. Dalam langkahnya dia bawakan aku benang sari yang menyapa putikku. Tunas itu tumbuh di sebuah kotak istimewa di sudut hatiku. 

Alir deras kalimat darinya memupuk kelopak bungaku untuk berkembang. Tiap tinta yang ia teteskan menjadi kata membuahkan keharuan, membuncahkan kekaguman. 

Gila. Betapa memabukkan rasa ini. Meracuniku hingga ke tulang dan nadi. Menidurkanku dalam keindahan mimpi.

Indah terasa saat semilirnya menyapa.
Apakah ia nyata?
Gurat semangat tumpahan karyanya menggerakkan hatiku padanya.
Apakah ia benar ada?

Dia yang bernama angin, 
aku menunggu kisah yang bisa ku kenang lagi dan lagi
agar aku bisa menyimpannya sebagai hadiah
Dia yang bernama angin,
aku menanti bisik cerita sisi hidup yang belum aku jelajahi
agar aku belajar menapaki jejaknya yang indah

Mengapa ia harus menyapaku? 
Mengapa ia begitu indah untuk diabaikan?

Akal sehatku berbisik. Mungkin senyumnya tak hanya untukku. Mungkin ia hanya angin yang berbembus sejenak sebagai bagian perjalanan dan segera berlalu bersama waktu. Fitrah angin, begitu ujar hatiku. Ah, aku hanya bunga kecil yang sedang tumbuh. Ku kokohkan akarku, agar tidak tercerabut saat angin menjadi badai. 

18.09.2011
Ditemani langit biru tanpa mendung di Oudegracht.
Afatsa
------------------------------------------------------------------------
Terima kasih, wahai angin. Kau telah membawa sepotong kisah istimewa untukku meski mungkin hanya sejenak.

Saturday, 27 August 2011

Mozaik

Aku masih di tahun terakhir SMP (saat itu masih disebut SLTP) ketika bersentuhan dengan novel Muara Kasih karya Muthmainnah. Selain cerita inti yang menginspirasi, novel ini membuatku bersentuhan dengan atmosfer Australia. Sejak itulah aku menanam sebuah mimpi untuk bisa menjejakkan kaki di negeri kangguru. Tahun berlalu, mimpi itu hanya teronggok di sudut hati.

Pertengahan tahun 2008, dua orang mahasiswa ikut berkerumun di keramaian orang di depan sebuah toko buku di Surabaya. Mereka rela ikut antri dan berdesakan untuk mendapatkan tanda tangan dari penulis yang sedang naik daun saat itu, Andrea Hirata. Mereka pun berhasil mendapatkan tanda tangan untuk buku Sang Pemimpi dan Edensor. Salah satu dari mereka adalah aku.

Dua karya dari seri Tetralogi Laskar Pelangi itu tak hanya memperkenalkan semangat pantang menyerah, tapi juga memupuk kembali keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru yang akan memperkaya kehidupan kita. Mimpi ku berkembang lagi. Mimpi untuk bisa menuntut ilmu di negeri orang, dimanapun itu. Ini bukan tentang mengumpulkan atribut kebanggaan untuk dipertontonkan bahwa lulusan luar negeri akan lebih hebat dari lulusan negeri sendiri. Sungguh bukan itu. Mimpi ini hanya tentang rasa ingin tahu akan luasnya dunia, perbedaan bahasa, serta gesekan budaya. Pengalaman yang diibaratkan oleh Andrea Hirata sebagai kepingan mozaik –puzzle–  yang akan memperkaya hidup kita, dan mungkin disana kita bisa bercermin siapa kita sebenarnya.

Edensor --salah satu dari tetralogi Laskar Pelangi-- mengisahkan bagaimana Ikal menemukan potongan mozaik dirinya dalam pengembaraanya di Eropa. Akankah ku temukan kepingan mozaikku sendiri?

Sunday, 31 July 2011

Individualis VS Mandiri

Mempelajari manusia dan budaya memang tidak akan pernah ada habisnya. Seseorang pernah berkata padaku, "Individualis (ataupun keegoisan) memiliki beda tipis dengan mandiri, seperti perbedaan makhluk sosial dan manja". Pernyataan itu mungkin agak berlebihan dan kontroversial, tapi sedikit banyak bisa berlaku dalam beberapa konteks.

Sosok masyarakat individualis sering dilekatkan pada masyarakat Eropa. Benarkah demikian? Sejauh pengalamanku merantau di negeri Tulip ini, nggak bisa dipungkiri bahwa prinsip "hidupku milikkku, hidupmu milikmu, dan tidak selayaknya saling mengganggu" sangat terasa. But in some extent, hal tersebut tidak sepenuhnya benar (silahkan tengok tulisan berikut). Jika sebutan sangat individualis terpatahkan dengan satu counter example, lantas bagaimana dengan kemandirian orang2 Eropa (khususnya Belanda, lebih spesifik lagi warga Utrecht)?.

Kantin kampus

Suasana kantin kampus
Aku jadi teringat hari pertama menginjakkan kaki di Utrecht. Acara jamuan makan siang di kantin kampus membuatku bersentuhan dengan pola hidup mandiri bule. Bener2 100 persen SELF SERVICE. Kita harus ambil baki, piring (kalau mau ambil makanan yang tidak dikemas dalam wadah, karena beberapa jenis makanan seperti salad sudah dikemas dalam mangkuk), gelas (jika kita ingin minum selain minuman kemasan), cangkir bertangkai untuk sup. Urusan menu tinggal pilih, ada roti (sebagian besar keras, hehehe), sup (belom pernah ngrasain dan  belum kepingin,hehehe), kroket (dengan bermacam isi), buah, jus (disajikan lewat mesin, jadi tinggal pencet tombol), kentang goreng dan berbagai sandwich (saos dan mayones disajikan terpisah dalam sachet,hehe).

Sunday, 19 June 2011

Anomali

Belajar itu tak hanya melulu menekuni bidang ilmu tertentu di bilik-bilik kelas ataupun laboratorium. Banyak detail di sekitar kita yang jika kita meluangkan sedikit waktu untuk menoleh dan mencerna, maka akan ada hal baru yang kita pelajari. Meski kadang terlihat begitu sepele, tapi suatu saat itu bisa berarti sesuatu yang extremly different dari yang kita pahami selama ini.

Berada di sebuah negeri asing membuatku bersinggungan dengan hal-hal baru yang sedikit aneh jika dipandang dari kacamata pengalaman hidup di negeri sendiri. Anomali, begitulah sebutan untuk sesuatu yang di luar kebiasaan.

Kalian salah tempat jika berharap sesuatu yang akan aku ceritakan adalah sesuatu yang wah. Ini cuma sekedar berbagi sedikit potret anomali yang ku temui di kota tua Utrecht.

Sunday, 27 February 2011

Utrecht: The exotic place to live

Aku tinggal di kota Utrecht, yang merupakan kota terbesar ke empat di negeri Belanda. Bangunan yang telah kujumpai sebagian besar merupakan bangungan bergaya klasik dengan jendela yang tinggi. Jika kalian penyuka Harry Potter, maka lorong-lorong kota Utrecht mirip seperti Diagon Alley. Bagi yang belum pernah nonton film HP atau baca novelnya, aku akan berikan ulasan singkat. Bangunan rumahnya tinggi, bahkan sampai lantai tiga. Atap rumah sebagian besar berbentuk lancip. Jalanan perumahan terbuat dari batako yang lebih sering berwarna merah. Saat penghujung musim dingin seperti saat ini, setiap ruas jalan selalu basah.


Salah satu ruas gang di Oudegracht

Aku dan kedelapan teman IMPOME tinggal di lingkaran pusat kota Utrecht. Kami tinggal di daerah Oudegracht. Nama tersebut berarti terusan lama. Kalau kalian cari di sang pencari bernama Google, maka kalian akan mendapatkan informasi bahwa daerah ini dikelilingi kanal yang indah, dan itu benar. Setiap kali aku melongokkan kepala dan melihat dari jendela kamarku, maka akan terlihat jembatan yang di bawahnya mengalir sungai. Sungai yang mengalir sepanjang kanal berwarna kehijauan, tapi tentu saja bebas dari sampah. Setiap sekitar 100 meter, bisa ditemukan jembatan yang menghubungkan sisi kanan dan kiri kanal.



Jembatan Kanal

Bangunan yang berdiri di sekitar kanal serta lalu lalang manusia yang jarang berambut hitam memberikan daya magis tersendiri. Ketika malam tiba dan suasana sekitar telah sepi, aku bisa mendengar jelas percakapan dua orang dengan bahasa yang sama seka
li tak kumengerti. Lalu aku menyadari bahwa meskipun sebagian besar orang Belanda bisa berbahasa Inggris, mereka tetap tidak melupakan bahasa ibunya.

Alamat tempat tempat tinggal kami adalah Lange Rozendaal No.13. Menurut pemilik rumah, bangunan di gang ini telah ada sejak abad ke 19. Meskipun telah beberapa mengalami renovasi, kami masih mendapati beberapa rumah mempertahankan cerobong asap mereka. Salah seorang temanku berkomentar ketika dia berada di gang ini, dia merasa seperti Mary Jane saat dikejar penjahat dan kemudian ditolong oleh Spiderman. Imajinasi yang menarik bukan?

Ujung gang Lange Rozendaal

Tempat kami tinggal bisa dibilang termasuk lingkaran pusat kota karena hanya dengan berjalan kaki, kami bisa mencapai Dome Tower Of Utrecht. Sepanjang perjalanan dari rumah menuju Dome Tower banyak sudut-sudut indah yang sayang untuk dilewatkan. Mulai dari jembatan dan pohon-pohon yang tak berdaun saat musim dingin, hingga deretan bermacam toko yang berlampu redup. Toko-toko tersebut tidak sedikit yang menulis kata Gratis (silahkan cek di google terjemahan untuk tahu pengucapan versi aslinya) dan Korting. Dari situlah aku tahu bahwa bahasa kita mengadopsi bahasa bangsa yang sempat “mampir” selama 350 tahun itu.