Wednesday, 27 December 2017

Rumah Kertas oleh Carlos Maria Dominguez ~ Review Buku

Judul : Rumah Kertas
Penulis : Carlos Maria 
Penerjemah : Ronny Agustinus
Penerbit : Marjin Kiri
ISBN : 9789791260695
Cetakan: Juni 2017
Tebal Buku : 76 Halaman
Koleksi Pribadi 

Blurb
Seorang profesor sastra di Universitas Cambridge, Inggris, tewas ditabrak mobil saat sedang membaca buku. Rekannya mendapati sebuah buku aneh dikirim ke alamatnya tanpa sempat ia terima: sebuah terjemahan berbahasa Spanyol dari karya Joseph Conrad yang dipenuhi serpihan-serpihan semen kering dan dikirim dengan cap pos Uruguay. Penyelidikan tentang asal usul buku aneh itu membawanya (dan membawa pembaca) memasuki semesta para pecinta buku, dengan ragam keunikan dan kegilannya.
~~~
Buku mengubah takdir hidup orang-orang (hlm 1)
Bluma Lennon meninggal ditabrak mobil saat menyusuri puisi Emily Dickinson. Tokoh 'aku' yang anonim hingga akhir cerita didapuk sebagai pengganti Bluma di Jurusan Sastra Amerika Latin Universitas Cambridge, London. Kepergian Bluma ia bandingkan dengan beberapa tragedi kematian melibatkan buku. Ia lalu menyitir ucapan neneknya bahwa buku itu berbahaya.
Beberapa waktu kemudian ia menerima paket untuk Bluma Lennon berperangko Uruguay. Tanpa nama atau alamat pengirim, paket itu berisi buku La Lìnea de Sombra karya Joseph Conrad. Terusik penasaran pada catatan tangan Bluma untuk Carlos di buku tersebut, ditambah kerak bekas adukan semen yang memenuhi sampulnya, perjalanan pun dimulai. Siapakah Carlos? Apa hubungannya dengan Bluma Lennon? Mengapa debu butiran bekas semen pada buku Conrad mengusiknya? Apa maksud Rumah Kertas?
~~~
Rumah Kertas: perbincangan tentang pernik dunia buku Sama sekali tidak menyangka jika Rumah Kertas sangat tipis. Mengingat beberapa ulasan mewajibkan setiap pembaca untuk menamatkannya. Ternyata ketebalan buku memang tidak berbanding lurus dengan isinya. 


Perjalanan tokoh aku seperti halnya petualangan naik bukit. Menanjak dan berat saat awal mengenal gaya tutur tokoh aku. Berusaha menyesuaikan alur cerita. Kisah semakin menghentak lewat diskusi antara aku dengan Dinarli dan dilanjutkan dengan Delgado yang hampir seperti monolog tunggal kepada tokoh aku.
Jauh lebih sulit membuang buku ketimbang memperolehnya (hlm 9)
Banyak karya sastra disebutkan. Sebagian besar belum pernah saya ketahui. Mungkin karena latar belakang tokoh aku yang seorang dosen sastra Amerika Latin. Tapi porsi lebih juga diberikan pada bagaimana penulis mengungkap berbagai hal unik terkait pembacaan sebuah buku. Sindiran halus lewat diskusi dan dialog membuat pembaca bisa merefleksi sendiri. Setidaknya mengajukan pertanyaan. Apakah suka baca buku sambil mendengarkan musik? Membaca dalam hati atau sambil bergumam? Membiarkan buku tanpa cela atau meninggalkan catatan di halaman buku? 
...kita pajang buku-buku kita ibarat otak kita sedang dikuak lebar-lebar untuk diteliti, sambil mengutarakan alasan-alasan omong kosonh dan basa basi sok merendah soal jumlah koleksi yang tak seberapa. (hlm 10)
Di sisi lain, Rumah Kertas mengangkat peran selain seorang penulis. Sarkasme tentang bagaimana dunia perbukuan menjadi sebuah industri kaku, alih-alih mengangkat karya berkualitas.
Ada bintang-bintang menyilaukan di peta sastra, orang-orang yang jadi kaya raya dalam semalam berkat buku-buku yang payah, yang dipromosikan habis-habisan oleh penerbitnya, di suplemen-suplemen koran, melalui pemasaran, anugerah-anugerah sastra, film-film acakadut, dan kaca pajang toko-toko buku yang perlu dibayar demi ruang untuk tampil menonjol (hlm 16)
Misteri tentang buku berdebu sisa semen akan terjawab dengan mengejutkan. Termasuk mengapa karya ini berjudul Rumah Kertas. Menakjubkan sekaligus mengerikan. Butuh tiga kali membaca bagian awal buku sampai saya terbiasa dengan terjemahannya. Ada penggunaan kata berulang yang menurut saya bisa dikurangi dengan pemilihan kata lain supaya tidak terlalu mengganggu. Tapi seperti saya bilang sebelumnya, Rumah Kertas menawarkan pendakian. Saat sampai kembali di kaki bukit, kita akan merasa lelah sekaligus lega. Mengingat kembali perjalanan yang telah dilalui.
Orang rupanya juga bisa mengubah takdir buku-buku (hlm 57)
Di bagian akhir, tokoh aku menutup kisahnya secara manis. Menghadirkan refleksinya terhadap buku-bukunya sendiri. Harus bagaimana setelah ini.

...pertama, kolektor, yang bertekad mengumpulkan edisi-edisi langka, ... , sekalipun mereka tak pernah membuka-bukanya selain untuk melihat-lihat halamannya, seperti orang-orang mengagumi sebuah objek yang indah, barang langka.

Lainnya, ada para kutu buku, pelahap bacaan yang rakus, ... , yang sepanjang umurnya membangun koleksi perpustakaan yang penting. Pecinta buku tulen, yang sanggup mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk buku yang akan menyita waktu mereka berjam-jam, tanpa kebutuhan lain kecuali untuk mempelajari dan memahaminya. (hlm 17)
Jadi, kawan sekalian termasuk pembaca yang mana?

Rating: ★★★★

No comments:

Post a Comment