Sunday, 10 January 2016

STORY BLOG TOUR: Rumah Tujuan

Wajah ayu itu berkaca-kaca. Semua kata tertahan dalam kepala. Waktu berlalu entah berapa lama. Seperti adegan film yang terputus tiba-tiba, Jasmine menutup pintu rumahnya. Aku tertegun.

Susunan harapan sejak kemarin ku susun runtuh. Baiklah, jika aku harus menunggu, aku akan berdiri di sini. Depan pintu rumahmu, Jasmine, serta berdiri selamanya di depan pintu hatimu. Hati yang mungkin duli sempat kau ijinkan aku tinggali.

Sayup-sayup suara terdengar dari dalam. Langkah kaki mendekat. Pintu terbuka. Aku harus menghadapi dia yang paling aku takuti, sekaligus ingin aku temui.

***

"Kau tahu, nak Arsa. Kelak jika kau menjadi ayah dari seorang perempuan, kau akan paham apa yang Bapak lakukan."

"Aku hany ingin punya anak perempuan dari Jasmine, bukan yang lain," kata-kata yang kuteriakkan dalam kepalaku saja.

"Seorang ayah akan memastikan bahwa laki-laki yang datang menginginkan putrinya adalah lelaki baik. Tidak harus sempurna. Hanya perlu kesediaan menjadi lebih baik, membimbing putrinya, menjadi sahabat hidup sepanjang hayat."

Aku hanya diam, lagi.

"Jadi, apa maksud kedatangan nak Arsa setelah lama tak berkabar?"

"Saya...saya..," duh, susah sekali ngomongnya, "saya ingin menunjukkan komitmen saya pada Jasmine, pak."

"Setelah sekian lama tanpa kabar? Tahukah kamu, nak, kepastian adalah hak perempuan, kewajiban laki-laki adalah mewujudkan kepastian itu."

"Saya mohon maaf jika saya membuat Jasmine menunggu dalam ragu."

"Apakah selama dia menunggu, kamu sudah mengukur dan mengusahakan kepastian? Atau jangan-jangan nak Arsa juga masih di ambang keraguan?"

Skak. Aku kehilangan kata-kata.

"Bapak butuh pembuktian, bahwa kamu telah memikirkan kemungkinan terbaik dan terburuk jika Bapak mengijinkan kalian melanjutkan komitmen ke arah yang serius...."

Aku menghela nafas.

"Bapak tidak bisa menjanjikan apa-apa. Terutama jika ada pemuda lain yang bisa memberikan bukti lebih baik dari nak Arsa. Sudah malam, nak, mari Bapak antar ke depan."

Aku menggenggam erat sebuket bunga yang rasanya sama layunya dengan semangatku.

"Terima kasih, pak. Boleh saya menitip bunga Jasmine ini?"

Laki-laki pelindung Jasmine itu hanya mengangguk kaku.

***

"...pak, aku bukan piala pemenang untuk disayembarakan...," serak Jasmine di sela-sela tangis.

"Bapak tidak hendak menjadikanmu piala, nduk. Tidak. Bapak hanya ingin menguji siapa yang benar-benar menjadikanmu tujuan, bukan pilihan."

"Tapi Bapak sudah menetapkan pemenang, Bapak curang," sergah Jasmine.

Bapak tersenyum, "tidak, nduk. Bapak juga belum tahu siapa pemenangnya?"

"Ditya?"

"Kapan Bapak bilang begitu?", canda bapak sambil mengedipkan sebelah matanya.

Kali ini Jasmine yang membisu kebingungan.

To be continued...

Catatan:
Ini adalah tantangan menulis OWOP, dengan misi Story Blog Tour. Member satu akan melanjutkan cerita dari member sebelumnya.
Saya Afatsa mendapatkan giliran ketujuh. Yuk, baca mulai dari awal biar nyambung.

Episode 1: Surat yang tertahan di dasar hati - Nadhira Arini
Episode 2: Rahasia Jasmine - Deby
Episode 3: Dialog - Tutut Laraswati
Episode 4: Jodoh untuk Jasmine - Saidab
Episode 5: Ketika rindu memanggil - Doddy Rakhmat
Episode 6: Misi Arsa - Uni Lilis
Episode 7: Rumah Tujuan - Afatsa
Episode 8: tunggu kelanjutannyadi blog Rias...

Stop Wishing, Start Writing.
www.oneweekonepaper.com

No comments:

Post a Comment