Wajah ayu itu berkaca-kaca. Semua kata tertahan dalam kepala. Waktu berlalu entah berapa lama. Seperti adegan film yang terputus tiba-tiba, Jasmine menutup pintu rumahnya. Aku tertegun.
Susunan harapan sejak kemarin ku susun runtuh. Baiklah, jika aku harus menunggu, aku akan berdiri di sini. Depan pintu rumahmu, Jasmine, serta berdiri selamanya di depan pintu hatimu. Hati yang mungkin duli sempat kau ijinkan aku tinggali.
Sayup-sayup suara terdengar dari dalam. Langkah kaki mendekat. Pintu terbuka. Aku harus menghadapi dia yang paling aku takuti, sekaligus ingin aku temui.
***
"Kau tahu, nak Arsa. Kelak jika kau menjadi ayah dari seorang perempuan, kau akan paham apa yang Bapak lakukan."
"Aku hany ingin punya anak perempuan dari Jasmine, bukan yang lain," kata-kata yang kuteriakkan dalam kepalaku saja.
"Seorang ayah akan memastikan bahwa laki-laki yang datang menginginkan putrinya adalah lelaki baik. Tidak harus sempurna. Hanya perlu kesediaan menjadi lebih baik, membimbing putrinya, menjadi sahabat hidup sepanjang hayat."
Aku hanya diam, lagi.
"Jadi, apa maksud kedatangan nak Arsa setelah lama tak berkabar?"