Saturday, 27 August 2011

Mozaik

Aku masih di tahun terakhir SMP (saat itu masih disebut SLTP) ketika bersentuhan dengan novel Muara Kasih karya Muthmainnah. Selain cerita inti yang menginspirasi, novel ini membuatku bersentuhan dengan atmosfer Australia. Sejak itulah aku menanam sebuah mimpi untuk bisa menjejakkan kaki di negeri kangguru. Tahun berlalu, mimpi itu hanya teronggok di sudut hati.

Pertengahan tahun 2008, dua orang mahasiswa ikut berkerumun di keramaian orang di depan sebuah toko buku di Surabaya. Mereka rela ikut antri dan berdesakan untuk mendapatkan tanda tangan dari penulis yang sedang naik daun saat itu, Andrea Hirata. Mereka pun berhasil mendapatkan tanda tangan untuk buku Sang Pemimpi dan Edensor. Salah satu dari mereka adalah aku.

Dua karya dari seri Tetralogi Laskar Pelangi itu tak hanya memperkenalkan semangat pantang menyerah, tapi juga memupuk kembali keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru yang akan memperkaya kehidupan kita. Mimpi ku berkembang lagi. Mimpi untuk bisa menuntut ilmu di negeri orang, dimanapun itu. Ini bukan tentang mengumpulkan atribut kebanggaan untuk dipertontonkan bahwa lulusan luar negeri akan lebih hebat dari lulusan negeri sendiri. Sungguh bukan itu. Mimpi ini hanya tentang rasa ingin tahu akan luasnya dunia, perbedaan bahasa, serta gesekan budaya. Pengalaman yang diibaratkan oleh Andrea Hirata sebagai kepingan mozaik –puzzle–  yang akan memperkaya hidup kita, dan mungkin disana kita bisa bercermin siapa kita sebenarnya.

Edensor --salah satu dari tetralogi Laskar Pelangi-- mengisahkan bagaimana Ikal menemukan potongan mozaik dirinya dalam pengembaraanya di Eropa. Akankah ku temukan kepingan mozaikku sendiri?